Nama : Febripiseska Rahma
NPM : 14214123
Kelas : 3EA12
Matkul : Etika Bisnis
Makin hari iklan susu formula makin menarik hati saja…mulai dari kalimat-kalimat indah menghipnotis …
I want to live my life to the absolute fullest
To open my eyes to be all I can be
To travel roads not taken, to meet faces unknown
To feel the wind, to touch the stars
I promise to discover myself
To stand tall with greatness
To chase down and catch every dream
LIFE IS AN ADVENTURE
My first, my last, my every thing
And the answer to all my dreams
You’re my sun, my moon, my guiding star
My kind of wonderful, that’s what you are my every thing
Iklan-iklan
seperti inilah strategi mumpuni yang diterapkan para produsen susu formula
dunia terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Persaingan antar
merek dan kesadaran untuk menciptakan persepsi yang baik dari konsumen membuat
produsen berusaha semakin kreatif dalam menciptakan iklan yang dapat menarik
perhatian konsumen bahkan bisa dibilang berlebihan. Mereka membuat kesan di
benak konsumen bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak serta nutrisi apalagi
untuk anak yang sulit makan dapat tercapai hanya dengan mengkonsumsi susu
tersebut. Berlebihan ya…apalagi jika tidak disertai fakta.Padahal susu bukanlah
faktor utama (satu-satunya) dalam menunjang tumbuh kembang anak kan…dan
iklan-iklan mereka pun berhasil membuat hampir semua ibu membutuhkan susu
formula.
Padahal di
Srilanka yang kondisinya tidak berbeda jauh dengan Indonesia bisa bertindak
tegas terhadap para produsen susu. Srilanka melarang segala bentuk promosi,
jika melanggar akan dikenai denda atau penjara. Walau penjualannya masih
diizinkan, pada kemasan susu formula harus dibubuhi tulisan: “Air Susu Ibu
adalah yang terbaik.” Sedangkan di Indonesia sama sekali tidak ada tindakan
tegas untuk iklan seperti ini.
Strategi
lain yang gencar dan aktif para produsen susu lakukan di Indonesia,
diantaranya:
- Memasang spanduk, brosur, iklan atau banner di Rumah sakit, Puskesmas, Rumah Bersalin dan Bidan..
- Memberikan sample susu formula gratis melalui Bidan, Posyandu dan Rumah Bersalin
- Menjadikan Bidan sebagai agen penjualan susu formula.
- Menjadikan Rumah Bersalin sebagai agen penjualan susu formula.
- Menggunakan dokter sebagai pemberi rekomendasi pada susu formula tertentu.
- Event, seperti ceramah, seminar ataupun diskusi dengan mengusung tema ibu dan balita yang mengundang para pakar dan ahli atau perlombaan bayi/balita sehat.
Strategi-strategi
tersebut tentunya akan menimbulkan problem etis, diantaranya:
- Informasi
- Produsen susu formula tidak punya cukup kesadaran bahwa konsumen susu formula di negara berkembang adalah ibu-ibu yang kurang pendidikannya, kemampuan baca-tulis yang terbatas, akses terhadap air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk dan terutama kemampuan ekonomi yang terbatas. Akibatnya adalah mereka tidak cukup mendapat informasi tentang susu formula bahwa bagaimanapun baiknya itu tidaklah dapat menggantikan kebaikan ASI. Akses terhadap air bersih yang kurang serta buruknya sanitasi mengakibatkan diare atau pun yang dikenal dengan penyakit dari botol susu. Kemampuan ekonomi yang terbatas membuat ibu-ibu mengencerkan pemberian susu formula kurang dari dosis/takaran yang dianjurkan. Akibatnya adalah diare, dehidrasi, malnutrisi dan lebih buruk lagi adalah munculnya lost generation. Ketiadaan akses terhadap air bersih meningkatkan bahaya menjadi 25 kali lebih tinggi terhadap bayi yang diberikan susu formula dalam botol.
- Informasi bahwa susu formula hanya dan hanya bisa diberikan dalam kondisi khusus seperti: bayi premature dengan berat badan rendah, ibu yang mengalami kesulitan memberikan ASI, dan bayi yang perlu diet khusus dari ASI kepada para ibu. Sebaliknya promosi yang intensif dan gencar yang dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan, perawat, bidan, rumah sakit, klinik, jurnal kesehatan professional, asosiasi professional kesehatan lain yang mendukung dan staff medrep membuat para ibu tidak berdaya untuk menolak gempuran susu formula.
- Meminjam Anthony Giddens dalam The Third Way tentang simulacra atau realitas yang dikonstruksi untuk menjelaskan fenomena susu formula. Susu formula yang dapat diterima dari aspek medis pertama kali dikembangkan tahun 1920 untuk membantu ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam memberikan ASI bagi bayinya. Lebih lanjut pada tahun 1960, sebanyak 75% dari bayi-bayi di AS telah mengkonsumsi susu formula yang diproduksi dan dipasarkan oleh dua kelompok industri yaitu: perusahaan obat-obatan dan perusahaan makanan.Bristol-Myers, Abbot Laboratories dan American Home Product kemudian melakukan penelitian untuk mengembangkan dan memasarkan susu formula melalui jalur kesehatan seperti dokter dan tenaga kesehatan, perawat, bidan, rumah sakit, klinik, jurnal kesehatan professional, asosiasi professional kesehatan lainnya. Menyusul kemudian dua perusahaan raksasa lainnya Nestle dan Borden’s. Pada tahun 1960 juga, angka kelahiran di AS dan Eropa mulai mengalami penurunan dan perusahaan susu formula besar tersebut mulai memasuki pasar baru ke dunia ketiga. Pemasaran susu formula yang agresif dan intensif menggunakan segala macam media dan jalur distribusi makin tak terbendung lagi. Pencitraan susu formula melalui berbagai media laksana pencucian otak dan westernisasi sebagaimana tampak dalam berbagai iklan dan promosi susu formula: bayi dan ibu bule, lagu-lagu pop dan jazz sebagai illustrasi yang semuanya mengunggulkan dan mencerminkan budaya barat yang superior serta modern dibanding budaya negara ketiga.
- Pengganti ASI atau lebih baik dari ASI
Berbagai
keunggulan pemberian ASI seperti:
- Menguatkan hubungan emosional yang kuat antara ibu dan bayi.
- Memberikan perlindungan alamiah kepada bayi terhadap penyakit pneumonia dan diabetes.
- Melindungi bayi yang mempunyai alergi terhadap susu sapi.
- Memberikan perlindungan ibu bayi dari kemungkinan kanker payudara dan ovarium.
- Pemberian ASI dapat menjadi cara untuk pengaturan kehamilan dan kelahiran.
- Kolostrum yang berasal dan terdapat dalam ASI tak tergantikan dengan suplemen tambahan dalam susu formula.
- Secara ekonomis, pemberian ASI dapat membantu keluarga miskin untuk mengurangi pengeluaran ekonomi keluarga terutama bagi ibu yang tidak bekerja.
Berbagai hal
tersebut tidak pernah disinggung oleh kegiatan pemasaran produsen susu formula
seperti yang ditunjukkan oleh produsen rokok dengan memberikan peringatan
bahaya merokok kepada pembelinya dalam pengertian yang terbalik.
Produsen
susu formula hanya tertarik membentuk dan memperkuat baik citra maupun
simulacra produknya. Bahkan dicitrakan dan disimulakrakan bahwa susu formula
lebih baik dan bukan sekedar pengganti ASI hal mana sangat bertentangan dengan
tujuan awal dikembangkannya susu formula pada tahun 1920.
Godwin
Ariguzo (2008) dalam Nestle: The Infant Formula Controversy menyatakan
bahwa hanya 10 % dari produk susu formula yang dijual untuk negara maju (cq AS
dan Eropa) yang dapat dijual untuk negara dunia ketiga dengan tanpa dilakukan
perubahan. Artinya produsen susu formula tersebut sebaiknya melakukan
penelitian yang ekstensif dan melakukan adaptasi produknya sebelum
memasarkannya kepada negara dunia ketiga. Pada awal didesain, susu formula
memang diperuntukkan untuk ibu-ibu di negara maju yang pada umumnya: bekerja (working
mothers), hanya memiliki waktu yang terbatas untuk bayinya (hanya 6
minggu, terkait dengan cuti bersalin), dengan akses terhadap air bersih yang
baik, tingkat pendidikan para ibu yang baik (kemampuan baca tulis) dan yang
terpenting tingkat penghasilan yang lebih dari cukup untuk membeli susu
formula. Negara dunia ketiga tentu memiliki karakteristik yang sama sekali
berbeda: ibu yang penuh waktu sebagai ibu rumah tangga, akses terhadap air
bersih yang kurang (terutama di pedesaan), tingkat pendidikan ibu yang kurang
(bahkan ada yang buta huruf dan angka) serta tingkat penghasilan yang
pas-pasan. Dalam beberapa kasus bahkan untuk produk yang sudah tidak
direkomendasikan di negara asalnya atau tidak laku dengan serta merta karena
gencarnya promosi dan iklan justru sangat laris di negara dunia ketiga.
Kesenjangan atau bias informasi inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh para
produsen susu formula.
- Pelanggaran kode etis pemasaran susu formula. Maraknya kejadian dan pelanggaran etis terhadap pemasaran susu formula membuat WHO mengadopsi International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes pada tahun 1982. Berikut adalah 10 poin penting dari Kode Etik tersebut:
- Tidak boleh ada IKLAN dari semua produk dalam kategori di atas, yang ditujukan untuk publik.
- Tidak boleh ada CONTOH GRATIS untuk Ibu-ibu.
- Tidak boleh ada MEDIA PROMOSI (penempatan media) di lokasi fasilitas kesehatan, termasuk pembagian contoh gratis atau contoh yang dimurahkan.
- Tidak boleh ada PETUGAS PENJUALAN (sales representatif) dari perusahaan yang menjadi/memberi konsultansi kepada Ibu-ibu.
- Tidak boleh ada PEMBAGIAN contoh produk gratis kepada petugas kesehatan.
- Tidak boleh ada kata-kata (SLOGAN) atau GAMBAR yang menunjukkan bahwa asupan non-ASI itu lebih baik, atau gambar bayi (yang sehat) pada label kemasan produk susu.
- Informasi yang diberikan kepada petugas kesehatan HANYALAH yang bersifat scientific/ilmiah dan faktual.
- Semua informasi tentang asupan non-ASI, termasuk pada label kemasan produk, HARUS mencantumkan MANFAAT ASI, dan risiko serta BAHAYA yang berkaitan dengan penggunaan asupan non-ASI.
- Produk yang belum saatnya diberikan kepada bayi, seperti pemanis yang padat, TIDAK BOLEH DIPROMOSIKAN kepada bayi (orang tua-keluarga dengan bayi).
- Untuk menghindari benturan kepentingan, para profesional di bidang kesehatan yang bekerja untuk bayi dan anak-anak, TIDAK BOLEH MENERIMA DUKUNGAN KEUANGAN dari produsen makanan bayi/anak.
Pastinya
kita mengetahui dengan baik bagaimana pelaksanaan kode tersebut di Indonesia
ya…misalnya, kasus tercemarnya susu formula dengan enterobacter sakazakii pada
tahun 2008 dimana sampel 74 susu formula yang mengadung bakteri tersebut tidak
diumumkan oleh pemerintah dan yang terakhir adalah tercemarnya susu dan produk
turunan susu dengan melamin yang membahayakan kesehatan.
Sumber : https://iqohchan.wordpress.com/tag/kode-etik-iklan-susu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar